Monday 8 May 2017

Jogja, aku rindu.



Jogja. Kota yang selalu kunanti untuk kukunjungi. Kota yang selalu hebat untuk menarik hati.  Entah kenapa, aku tidak pernah bosan dengan kota ini. Ada saja ulahnya memang. Setiap tahunnya pasti ada yang baru, entah itu tentang ceritanya ataupun orangnya.
Masih kuingat kenangan tentang tahun lalu saat keluarga besar  bapakku pergi silaturahmi kesana. Tentang dimana keluarga besar berkumpul bersama. Tentang dimana orang-orang yang tadinya jarang untuk berkumpul bersama karena keterbatasan jarak, kini bisa berkumpul untuk berbagi cerita dan kebahagiaan.
Jogja. Kota yang sangat berbeda pada saat hari raya tiba. Tidak ada petasan, tidak ada kue raya, tidak ada sirup kurnia, hingga tidak ada tunjangan hari raya. Kotanya sangat sederhana bahkan saat hari raya tiba. Terkadang saat aku berada di Jogja disaat seperti itu, aku juga rindu akan Medan. Rindu makan lontong dengan rendang, rindu akan tunjangan hari raya karena ini hal yang paling wajib untuk pemasukan. Manusia memang seperti itu, tak pernah puas dan selalu labil.
Banyak hal sederhana yang kurindukan akan kota ini, akan kenangan kebersamaan dan kesederhanaannya. Saat malam dengan kopi jos dan pisang rebus, saat pagi dengan cucian baju yang penuh di ember saat nyuci di kali dengan sepupu sepupuku, saat siang dengan keindahan alamnya saat di ajak berkeliling, saat sore dengan menikmati senja karena masih banyak lahan kosong, dan saat maghrib dengan ketentraman suasananya.
Hari demi hari menjadi minggu, mingu demi minggu menjadi bulan, dan bulan demi bulan menjadi tahun. Tak terasa, sudah setahun aku tidak mengunjunginya. Ingin sekali aku didekap Jogja dalam ketentramannya. Hanya saja, aku harus menunggu setahun lagi kesana.
Jogja, aku rindu.
Share:

Nila dan Dila



Hi masa kecilku!
Tak terasa waktu sangat cepat berlalu.
Aku, seorang gadis mungil, berusia 19 tahun sangat rindu dengan kisah masa kecilku. Banyak hal yang telah terjadi, hanya saja hal itu tak bisa terulang lagi.

Hi masa kecilku!
Aku ingin selalu mengenangmu, tentang apa yang telah kulalui bersamamu. Tentang hal-hal konyol yang terjadi. Tentang pertemanan yang tulus, yang tak mengenal kata fake.

***

Bicara tentang pertemanan, aku punya seorang teman masa kecilku. Sebut saja dia Nila, karena memang itulah nama aslinya. Jangan tanya tentang nama lengkapnya, karena namanya sungguh sangat lengkap. Sangat berbeda denganku, simple, hanya terdapat dua suku kata, Sindy Nadila. Sedangkan dia? Zuhroh Nilakandi Maulida Adinda. HAHAHAHA. Ga kebayang kan gimana sewaktu dia harus menghitami lingkaran saat Ujian Nasional berlangsung? Hai kak Nila, so sorry :p
Kami tinggal di komplek yang sama, dengan rumah yang berbeda. Rumah kami bersebelahan. Orang tua kami masih menyewa pada saat itu, sehingga kami harus menerapkan prinsip “no maden” dari kakek nenek moyang kami. Tetap di komplek yang sama, tetap bersebelahan walaupun kami sudah pernah pindah kesana-kemari selama 4 kali.
Sering kali kami menghabiskan waktu bersama, mulai dari ngobrol bareng, main game bareng, makan bareng, tidur bareng, sampai mandi bareng. Kami punya banyak perbedaan, mulai dari nama, muka, hingga sifat. Sifatku dan dia sangat bertolak belakang. Aku bersifat keras, jarang nangis, dan sangat bising. Sedangkan dia, lembek, suka nangis, dan sangat pendiam. Hingga tak jarang jika kami bermain bersama, saat aku merebut mainannya dia nangis dan langsung mengadu dengan mamanya.
Hubungan kami sangat harmonis hingga aku pindah ke komplek lain dikarenakan orang tuaku sudah membeli rumah disana. Hubungan kami mulai renggang, tak seharmonis dulu. Tidak ada lagi main game bareng, makan bareng, tidur bareng, sampai mandi bareng.
Kebetulan sekarang kami berada di kampus yang sama, fakultas yang sama dengan jurusan yang berbeda. Aku dan dia sangat jarang untuk bertemu, pernah sesekali, namun, aku dan dia malu jika bertemu. Mungkin tidak malu, cuma sedikit canggung, tak tahu harus berbicara tentang apa, tak tahu harus bagaimana. Saat berjumpa, kami hanya sekedar bertegur sapa dan tersenyum, kemudian pergi dengan tujuan kami masing-masing.

Hi teman masa kecilku!
                Bisakah kita mengulang waktu? Aku rindu denganmu.
Share: