Monday 27 April 2020

Sebuah Perjalanan Menuju Kematian





Waktu berlalu bersama jejak kisah yang tak dapat aku ulang. Perihal bagaimana aku melihat kehidupan yang telah aku jalani, aku ingin memuji diriku sendiri yang sudah berjuang sehebat ini. Tak ingin memaki, seperti tak tahu diri.

22,
dua puluh dua.

Terhitung mulai hari ini hingga satu tahun kedepan, angka kembar itu yang akan menghiasi hari-hari. Namun sayangnya, tanpa aku tahu kapan harus berhenti, masih banyak kisah yang bisa dituliskan di lain hari. “umur tidak ada yang tahu”, kata mereka.

Sebenarnya, tak ada yang bisa diharapkan dari sebuah jalan menuju kematian, pun tak ada pula yang bisa dibanggakan dari sebuah pengurangan.

Kepada Tuhan yang telah memberikan masa untuk merangkai kisah, bolehkah aku meminta satu waktu yang bisa aku peluk? Aku ingin mengenangnya.

Share:

Monday 13 April 2020

Sebuah Surat


I know we've been over this, it's nothing new
You're still gonna be leaving me here
It's easier hating you than missing you
But I don't wanna be feelin' this way

But keepin' you close shouldn't be hard
If you were honest when you said you missed me
You've played with my pride
Making me feel like we had something real

(Shouldn't Be - Luke Chiang)

***

Lewat surat ini, aku ingin bercerita tentang bagaimana perasaanku padamu. Sejak Desember silam, rasa-rasanya tak pernah sekalipun aku mengabaikanmu. Kamu datang untuk bercerita, aku siap untuk mendengarkan. Kamu datang untuk berkeluh kesah, aku siap untuk menenangkan. Namun, nyatanya semua itu sia-sia setelah aku berulang kali mendengar kabar tentang kisahmu dengan pria lain.

Hatiku hancur lebur menjadi satu, perasaanku terombang-ambing tak menentu. Aku terlalu menerka-nerka perasaanmu padahal aku tahu ada orang lain yang kamu pikirkan saat itu. Aku pernah berlari jauh untuk mengejar genggamanmu hingga aku sendiri tak sadar, semakin lama aku semakin terhanyut dalam ekspektasiku—tentangmu.

Perlahan aku ingin menyerahkan kisah kita kepada tuhan. Aku rasa kamu tak akan bisa menjadi ‘pernah’ untuk aku yang terus menjadikanmu ‘akan’. Mungkin memang benar, Tuhan mempertemukan kita hanya untuk berbagi sapa, bukan untuk berbagi rasa. bersama surat yang aku tujukan padamu ini, aku menanti semua jawabmu. Tentang bagaimana kau membalasnya, biarlah itu menjadi urusan semesta. Aku hanya berharap, kamu segera menemukan tenang di tengah riuhnya keadaan.

Untukmu, terima kasih telah datang.

***

Medan, 12 April 2020.
Share: