Skip to main content

Perubahan Yang Terlalu Mainstream

www.thewallpapers.org 
Semua orang itu gak sama. kalau udah gak sama, pasti selalu berbeda. ada yang cantik ada yang jelek. ada yang hitam ada yang putih. ada yang rajin ada yang malas. ada yang taken ada yang jomblo. itu semua tergantung sama orangnya juga.

Menurut pengalaman gue, gue selalu apes dalam setiap hal. Tapi, kali ini enggak tahu ada angin topan, atau badai apa, gue merasakan yang namanya suatu ‘ke-a-ja-i-ban!’ iya, keajaiban! Example aja, aku dan laptopku. Iya, maksudnya, gue sekarang mau nyeritain tentang laptop gue. atau lebih tepatnya-laptop kesayangan. 

Banyak orang yang punya hobi selalu mengagung-agungkan benda kesayangannya, ups, maksudnya, dia sayang banget dengan barang kesayangannya [yaiyalah! namanya juga barang kesayangan, ya sayang bangetlah.] Nah, jadi, buat anda yang sayang banget dengan barang kesayangannya, gue anjurkan untuk membuat label pada barang anda tersebut. Ups, tapi yang ‘itu’ enggak usah gitu juga dong! *terserah mau mikir tentang apa* yang pasti, gue himbau aja, barang kesayangan gue udah kehilangan sahabat sejatinya-charger. Barang yang selalu mengisi dalam hidupnya. Barang yang dulu selalu ada kapanpun ketika dia sedang kosong. Ahh... Aku benci saat-saat yang seperti ini. Huft.

Oh, gue sampe lupa mau cerita apa...

Nah, laptop gue ya? Oiya, laptop gue itu adalah barang yang gue sayang. Udah banyak kenangan yang nempel disini. Jari-jari gue rasanya udah seperti garam dan gula aja. Kembar gitu, tau gak? Udah banyak huruf-huruf yang terceplak di jari-jari gue. Haha *lebay!* Nah, seperti yang gue katakan sebelumnya kepada kalian, gue sayang banget dengan laptop gue. Kalo laptop gue orang, udah gue nikahin dia. Tapi, masalahnya dia bukan orang, tapi dia hewan *eh, bukan, maksudnya dia itu barang.

Suatu hari, gue sedih sekaligus senang banget liat perubahan dengan laptop gue. Dia sakit. Sakitnya parah banget, sampe ganti kulit segala lagi. Setelah tukang servis dia memfonisnya punya virus yang sangat berbahaya-melebihi virus HIV, gue jadi khawatir. Khawatir ketularan virusnya.

 Awalnya, banyak tukang servis yang enggak sanggup buat ngobatin penyakit dia. Soalnya, penyakit dia itu udah terlalu absurd. Aku aja, takut megangnya-apalagi buka ya kan?. Nah, jadi semenjak gue liat cangkang dari laptop gue itu terkelupas-kelupas sampe kelihatan tuh urat-uratnya alias kabel-kabelnya, jadinya gue jadi ngerih buat nyentuh dia-apalagi ngelirik.

Nah, jadi setelah sekian windu nyari tukang servis yang cocok buat dia, gue jadi merasa senang. Jadi, langsung gue kasih aja tuh laptop gue buat disembuhin. Berhari-hari gue tunggu dia kapan kami bakal bersama lagi, berhari-hari juga gue enggak makan dan minum karena hati gue udah kacau karena rindu dengan dia. Ah, pokoknya nggak enak banget deh.

Akhirnya, setelah dia kembali kepelukan gue, rasa kangen itu pun perlahan-lahan mulai memudar. Jadi gue rasa itu salah satu tanda kami akan bahagia. Awalnya gue merasa kaget dengan apa yang gue lihat pada saat tukang servis mengembalikan laptop gue, tapi gue suka dengan model dia yang sekarang. Yah walaupun kulitnya sama dengan laptopnya si Fadhil sih. [mungkin gue akan deskripsikan Fadhil itu siapa. Oke?]


Jadi, karena laptop gue sekarang udah berubah menjadi warna hitam dari warna sebetulnyamerah, gue jadi makin sayang dengan dia. Pokoknya setiap malam gue harus ngecek dia! Itu yang gue nazarkan saat dia sakit. Nggak tau deh gimana bilangnya. Pokoknya gue sayang sama dia. Tapi, terkadang, gue rindu dengan dia yang dulu. Huhu :”( Miss you Cera {} [Mereknya Acer, jadi gue bilang Cera. Hehe] Okedeh, Bye! :D

Comments

  1. sama.. laptop gua malah udah gua nobatin sebagai pacar gua malah.. :D

    expresiuci.blogspot.com

    ReplyDelete
  2. leptop memang teman terbaik yah. hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya :)

      Ikutin post-an gue terus ya gan. Makasih udah singgah :)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Kesalahan yang Tak Ingin Aku Ulang

      Kalau mencintaimu adalah sebuah kesalahan, seharusnya kita tak perlu bertemu sejak awal. Kalau menyayangimu adalah sebuah keikhlasan, rasanya aku tak perlu membuang waktu untuk menimbun harapan lebih dalam.                Aku tak pernah menyangka kita akan menjadi asing walau pada akhirnya semua pertemuan selalu saja mempunyai akhir. Aku terlalu tinggi meletakkan ekspektasiku terhadapmu sehingga aku selalu terlena atas sikapmu. Terkadang aku masih memikirkannya, ‘Kenapa harus aku?’, padahal rasanya tak pernah aku mencintaimu dengan ragu. Rasanya tak pernah pula aku menyambutmu dengan senyum yang palsu. Tapi, kenapa? Kenapa harus aku?       Segala sesuatu pasti punya ciri khasnya, seperti 'Bogor' yang selalu lekat dengan kata 'hujan' dan menurutku, 'Kau' akan selalu lekat dengan 'keluguan'. Lucu sekali rasanya kalau aku harus mengingat keluguanmu. Keluguan palsu yang sukses kau buat untuk membodohi...

[Cerbung] Semua Serba Salah

Malam ini tak seperti biasanya, Rina malas untuk belajar ataupun sekedar mengulang materi yang telah diajarkan di kampusnya. Hal ini membuat Rina untuk beralih mengerjakan sesuatu yang lain, sesuatu yang sangat disukainya selain melihat drama korea. Saat itu Rina sedang asyik dengan game puzzle di handphone nya, tak lama hpnya berbunyi menandakan ada telepon masuk. Dari Raka. Seperti biasa, setiap malam mereka bertelepon. Berbagi kisah tentang apa yang sudah mereka jalani, tentang atasan yang ribet, tentang teman-teman Rina yang bawel, tentang pekerjaan Raka, tentang kuliah Rina, bahkan tentang keluarga mereka. *** “Halo sayang... Lagi apa nih? Ngegame lagi ya?” Raka tahu betul apa yang disuka oleh wanitanya, bermain game salah satunya. “Iya dong, biar gue ga bosen nungguin lo. Lo gitu sih, ribet. Mandi lebih lama dari gue, milih baju lebih ribet dari gue, makan harus ada sambel. Woi cabe mahal woi!” “Hahaha, bisa diganti pake merica kok sayang.” “Pedes meric...

Sebuah Rasa dalam Secangkir Cokelat Panas

          Aku tak tahu persisnya sejak kapan rasa ini mulai muncul. Manis dan pahit layaknya secangkir cokelat panas yang kau berikan saat pertama kali kita bertemu; rasa manis yang selalu saja berhasil membuatku tersenyum, pun rasa pahit yang terkadang berhasil membuatku melamun.            H ari itu, sambil menyesap secangkir cokelat panas yang kau berikan kepadaku, kita saling memandang dan tersenyum. Aku ingat betul, kau hadir di saat langit diselimuti oleh awan yang membuatku berpikir bahwa kau akan sama teduhnya dengan langit waktu itu. Hal-hal kecil yang kau berikan, selalu saja berhasil membuatku semakin yakin atas sikapmu. Namun nyatanya aku salah, hal-hal kecil itu adalah caramu untuk mengkhianatiku.           Aku merasa bodoh. Rasanya ingin marah, tapi aku tak mampu. Aku tak mampu untuk bertemu denganmu lagi. Aku takut. Takut akan kebohonganmu lagi.          ...