Ketukan demi ketukan yang aku dapati membuat perasaanku campur aduk. Harapan demi harapan yang aku pikirkan, hanya berujung sia-sia. Di balik pintu kayu kamarku, aku menunggu kalimat penenang itu. Kalimat penenang yang bisa membuatku bangkit lagi menjadi aku, bukan menjadi ‘Aku, si Kumat’ itu. Dua kali pintu itu diketuk oleh orang yang berbeda, yang aku hafal betul suaranya. Orang yang aku harapkan. Orang pertama adalah lelaki berumur pertengahan abad dengan beberapa kutil di leher dan badannya. Tepatnya kemarin, saat lelaki itu mengetuk, ada perasaan senang yang menyelimutiku, namun saat aku tahu alasannya perasaan itupun langsung sirna. “ Adek mau ngambil baju-bajunya”. ‘ Oh, ternyata karena ini’, pikirku. Sudahlah. Terlalu banyak berharap. Orang kedua adalah perempuan cantik bersuara nyaring yang begitu familiar. Perempuan ini punya banyak tahi lalat di wajahnya. ‘ Tahi lalat banyak ini keturunan dari Nenek ’, tuturnya dahulu pada saat kami berbincang. Saat perempuan ini mengetuk, p...