Skip to main content

Di Balik Pintu Kayu

Ketukan demi ketukan yang aku dapati membuat perasaanku campur aduk. Harapan demi harapan yang aku pikirkan, hanya berujung sia-sia.

Di balik pintu kayu kamarku, aku menunggu kalimat penenang itu. Kalimat penenang yang bisa membuatku bangkit lagi menjadi aku, bukan menjadi ‘Aku, si Kumat’ itu.

Dua kali pintu itu diketuk oleh orang yang berbeda, yang aku hafal betul suaranya. Orang yang aku harapkan.

Orang pertama adalah lelaki berumur pertengahan abad dengan beberapa kutil di leher dan badannya. Tepatnya kemarin, saat lelaki itu mengetuk, ada perasaan senang yang menyelimutiku, namun saat aku tahu alasannya perasaan itupun langsung sirna. “Adek mau ngambil baju-bajunya”. ‘Oh, ternyata karena ini’, pikirku.

Sudahlah. Terlalu banyak berharap.

Orang kedua adalah perempuan cantik bersuara nyaring yang begitu familiar. Perempuan ini punya banyak tahi lalat di wajahnya. ‘Tahi lalat banyak ini keturunan dari Nenek’, tuturnya dahulu pada saat kami berbincang. Saat perempuan ini mengetuk, perasaan senang itu kembali lagi. Lebih gembira dari sebelumnya. Namun, yang lebih itupun hanya sesaat setelah aku mendengar suara perempuan paruh baya setelahnya. Aku menerka alasan perempuan itu mengetuk pintu kayu dan aku tertawa. ‘Hahaha. Mau numpang kamar mandi ternyata’. Tertawaku lebih keras setelahnya yang kemudian disusul air mata.

Sebenarnya, kalau dipikir-pikir, lucu juga ya. Gadis perempuan berumur 26 tahun ini masih mengharapkan kalimat penenang dari orang lain, yang padahal (mungkin) seharusnya tak perlu lagi untuk itu.

Buat apa berharap sama kalimat orang lain, bukan?

Seperti tulisan sebelumnya, ya begitulah si manusia pencari perhatian ini. Maaf jika harus seperti ini, karena aku juga tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Rasanya ingin selalu menarik diri, memeluk diri lebih dalam dan menyelaminya.

Pun aku sadar, tak semua orang tahu dan paham. Pun aku sadar, tak semua orang bisa memahami. ‘Menuntut tapi tak bisa berusaha menjadi pribadi yang baik’, katanya. ‘Aku bisa, tapi aku butuh pertolongan’, kataku.

Comments

Popular posts from this blog

[Cerbung] Semua Serba Salah

Malam ini tak seperti biasanya, Rina malas untuk belajar ataupun sekedar mengulang materi yang telah diajarkan di kampusnya. Hal ini membuat Rina untuk beralih mengerjakan sesuatu yang lain, sesuatu yang sangat disukainya selain melihat drama korea. Saat itu Rina sedang asyik dengan game puzzle di handphone nya, tak lama hpnya berbunyi menandakan ada telepon masuk. Dari Raka. Seperti biasa, setiap malam mereka bertelepon. Berbagi kisah tentang apa yang sudah mereka jalani, tentang atasan yang ribet, tentang teman-teman Rina yang bawel, tentang pekerjaan Raka, tentang kuliah Rina, bahkan tentang keluarga mereka. *** “Halo sayang... Lagi apa nih? Ngegame lagi ya?” Raka tahu betul apa yang disuka oleh wanitanya, bermain game salah satunya. “Iya dong, biar gue ga bosen nungguin lo. Lo gitu sih, ribet. Mandi lebih lama dari gue, milih baju lebih ribet dari gue, makan harus ada sambel. Woi cabe mahal woi!” “Hahaha, bisa diganti pake merica kok sayang.” “Pedes meric...

Dicintai dengan Sederhana

Hari ini aku mengajak seorang teman lamaku untuk challenge tulisan lagi. Namanya Juang. Sama seperti yang lalu, masing-masing dari kami memberikan tiga kata yang tediri dari kata benda, kata kerja, dan kata sifat. Aku memberikan " foto, mengadopsi, dan ganas" . Sedangkan dia memberiku " es krim, menikam, dan lembut" . Dan beginilah hasilnya: DICINTAI DENGAN SEDERHANA Pernahkah kalian dicintai secara sederhana? Ketika dia membelikan es krim dan dinikmati bersama-sama di ujung sawah sambil menunggu datangnya senja tiba. Pernahkah kalian dicintai secara sederhana? Ketika dia menyapa lembut dan melihat matamu dengan mesra. Pernahkah kalian dicintai secara sederhana? Ketika dia memberikan jaketnya untuk kau kenakan saat hujan tiba dan harus menahan dingin yang menyentuh kulitnya. Pernahkah kalian dicintai secara sederhana? Ketika dia memberikan kulit ayam goreng kesukaannya secara sukarela. Baru kali ini aku merasa dicintai oleh seseorang de...

Kesalahan yang Tak Ingin Aku Ulang

      Kalau mencintaimu adalah sebuah kesalahan, seharusnya kita tak perlu bertemu sejak awal. Kalau menyayangimu adalah sebuah keikhlasan, rasanya aku tak perlu membuang waktu untuk menimbun harapan lebih dalam.                Aku tak pernah menyangka kita akan menjadi asing walau pada akhirnya semua pertemuan selalu saja mempunyai akhir. Aku terlalu tinggi meletakkan ekspektasiku terhadapmu sehingga aku selalu terlena atas sikapmu. Terkadang aku masih memikirkannya, ‘Kenapa harus aku?’, padahal rasanya tak pernah aku mencintaimu dengan ragu. Rasanya tak pernah pula aku menyambutmu dengan senyum yang palsu. Tapi, kenapa? Kenapa harus aku?       Segala sesuatu pasti punya ciri khasnya, seperti 'Bogor' yang selalu lekat dengan kata 'hujan' dan menurutku, 'Kau' akan selalu lekat dengan 'keluguan'. Lucu sekali rasanya kalau aku harus mengingat keluguanmu. Keluguan palsu yang sukses kau buat untuk membodohi...