Skip to main content

Perihal Kehilangan



Sementara, teduhlah hatiku
Tidak lagi jauh
Belum saatnya kau jatuh

Percayalah hati
Lebih dari ini pernah kita lalui
Takkan lagi kita mesti jauh melangkah
Nikmatilah lara
Untuk sementara saja
Untuk sementara saja

***

Pukul dua dini hari.
Aku masih saja aktif berselancar di sosial media dan entah kenapa tiba-tiba otak menyuruhku untuk melihat storymu. Tak aku gubris, namun pikiran itu terus saja terngiang-ngiang di kepalaku.
Lantas langsung aku buka profilmu, terlihat lingkaran berwarna khas instagram disana. Aku klik dan kulihat sebuah foto dua pasang kaki sedang berdiri di sebuah eskalator. 

Aku mengernyitkan dahi, ‘siapa lagi sekarang?’.

Hingga suatu ketika, tepat dua hari yang lalu kau mengirimkan pesan singkat kepadaku. Awalnya tak ingin kubuka, tapi lagi-lagi otakku tak bisa menahannya.

'Nggak dendam?'
Dua kata itu muncul secara tegas disana.

'Buat apa aku dendam?'
Aku ketik dan langsung ku kirim kepadamu.

Sebenarnya, aku bertanya-tanya tentang pesanmu.
‘Untuk apa aku dendam?’

Namun,  sebelum akhirnya kau terlambat mengetahuinya, akan aku berikan sebuah rahasia tentangku.
Kau mau tahu rahasia itu?

Kau tahu? Sejak kepulanganku dari kota tempat aku melarikan diri, tak ada sedikitpun lagi perasaanku padamu.

Kau tau? Dari semua janji yang telah kau ucapkan dan yang belum terpenuhi tak lagi aku pikirkan.

Kau tau? Perihal apa yang telah kau buat kepadaku, aku telah memaafkannya tapi tidak untuk melupakannya.

Jadi, buat apa aku dendam kepadamu?

Aku tahu perihal kehilangan memang benar menyakitkan tapi aku percaya dengan semua yang sudah aku perjuangkan. Aku percaya suatu saat ada seseorang yang bisa mendekapku erat karena takut kehilanganku. Aku bukan lagi orang bodoh yang memaafkan dan melupakan kesalahan besar berkali-kali dari orang yang sama.

Aku adalah aku yang baru dan aku percaya bahwa tuhan terlibat dalam segala rencanaku, hatiku hanya perlu bersabar.

***

Medan, 20 Januari 2020.
Diselesaikan oleh aku yang baru sambil memutar lagu Sementara dari Float berulang kali.




Comments

Popular posts from this blog

Kesalahan yang Tak Ingin Aku Ulang

      Kalau mencintaimu adalah sebuah kesalahan, seharusnya kita tak perlu bertemu sejak awal. Kalau menyayangimu adalah sebuah keikhlasan, rasanya aku tak perlu membuang waktu untuk menimbun harapan lebih dalam.                Aku tak pernah menyangka kita akan menjadi asing walau pada akhirnya semua pertemuan selalu saja mempunyai akhir. Aku terlalu tinggi meletakkan ekspektasiku terhadapmu sehingga aku selalu terlena atas sikapmu. Terkadang aku masih memikirkannya, ‘Kenapa harus aku?’, padahal rasanya tak pernah aku mencintaimu dengan ragu. Rasanya tak pernah pula aku menyambutmu dengan senyum yang palsu. Tapi, kenapa? Kenapa harus aku?       Segala sesuatu pasti punya ciri khasnya, seperti 'Bogor' yang selalu lekat dengan kata 'hujan' dan menurutku, 'Kau' akan selalu lekat dengan 'keluguan'. Lucu sekali rasanya kalau aku harus mengingat keluguanmu. Keluguan palsu yang sukses kau buat untuk membodohi...

[Cerbung] Semua Serba Salah

Malam ini tak seperti biasanya, Rina malas untuk belajar ataupun sekedar mengulang materi yang telah diajarkan di kampusnya. Hal ini membuat Rina untuk beralih mengerjakan sesuatu yang lain, sesuatu yang sangat disukainya selain melihat drama korea. Saat itu Rina sedang asyik dengan game puzzle di handphone nya, tak lama hpnya berbunyi menandakan ada telepon masuk. Dari Raka. Seperti biasa, setiap malam mereka bertelepon. Berbagi kisah tentang apa yang sudah mereka jalani, tentang atasan yang ribet, tentang teman-teman Rina yang bawel, tentang pekerjaan Raka, tentang kuliah Rina, bahkan tentang keluarga mereka. *** “Halo sayang... Lagi apa nih? Ngegame lagi ya?” Raka tahu betul apa yang disuka oleh wanitanya, bermain game salah satunya. “Iya dong, biar gue ga bosen nungguin lo. Lo gitu sih, ribet. Mandi lebih lama dari gue, milih baju lebih ribet dari gue, makan harus ada sambel. Woi cabe mahal woi!” “Hahaha, bisa diganti pake merica kok sayang.” “Pedes meric...

Sebuah Rasa dalam Secangkir Cokelat Panas

          Aku tak tahu persisnya sejak kapan rasa ini mulai muncul. Manis dan pahit layaknya secangkir cokelat panas yang kau berikan saat pertama kali kita bertemu; rasa manis yang selalu saja berhasil membuatku tersenyum, pun rasa pahit yang terkadang berhasil membuatku melamun.            H ari itu, sambil menyesap secangkir cokelat panas yang kau berikan kepadaku, kita saling memandang dan tersenyum. Aku ingat betul, kau hadir di saat langit diselimuti oleh awan yang membuatku berpikir bahwa kau akan sama teduhnya dengan langit waktu itu. Hal-hal kecil yang kau berikan, selalu saja berhasil membuatku semakin yakin atas sikapmu. Namun nyatanya aku salah, hal-hal kecil itu adalah caramu untuk mengkhianatiku.           Aku merasa bodoh. Rasanya ingin marah, tapi aku tak mampu. Aku tak mampu untuk bertemu denganmu lagi. Aku takut. Takut akan kebohonganmu lagi.          ...