Skip to main content

Antara aku, kami, dan kita =)

Rintik-rintik hujan menemani kebersamaan kami di “Waroeng Nenek”. Walaupun kami terdapat 22 orang, tapi kesannya masih romantis kok. Apalagi diterangi dengan lampion-lampion yang tergantung indah diatas meja. Yah, walaupun didalamnya terdapat dua orang guru yang gak kalah mudanya dengan kami. Hehe.

Mungkin kalian akan menerka-nerka, ada apa dengan “Waroeng Nenek?”

Buat yang penasaran, Warung nenek adalah tempat date pertama aku dan yanda adil *ups. Bukan deng bukan! Sebetulnya ada acara kemek-kemeknya Bagas Cahyo Winata. Orang yang punya sejuta molekul-molekul jigong yang membeku. Jadi, karna molekul-molekul itu bergabung maka terbentukla suatu unsur yang mengakibatkan besarnya ukuran bibir seorang Bagas. Haha. Maaf gas.


#flashback [Kamis, 21 November 2013]

“Sin, menurutmu, bagusnya dimana aku kemek orang itu?”
“Gatau Gas. Aku bukan pak Bondan...” Kami tertawa.
“Benerlah Sin.. Aku bingung. Masa di bakso depan sekolah? Gak serulah... Panas. Lagian belum tentu yang ikut banyak apa sedikit. Kalau banyak gimana?”
“Iya juga ya...” Aku melihat wajah Bagas dari kaca spion yang gadel. Dia terlihat bingung.
Aku berfikir untuk mencari ide agar Bagas mendapatkan tempat yang pas untuk mengadakan acara kemek-kemeknya. Setelah memutar otak dua kali lipat, aku menemukan ide. “Gas, gimana di Mas Ndut aja?”
“Mas Ndut mana tuh?”
“Ituloh... Jalan biasa kita pulang sekolah. Didekat kantor PLN. Masa gatau sih? Setiap hari lewat dari sana pun”
“Yang mana? Aku gak tau. Aku kalau di kereta jarang memperhatikan jalan Sin...”
“Yaudah. Nanti kalau udah nampak warungnya, aku kasih tau aja”
“Oke” Bagas menurunkan kaca helmnya, dan kembali fokus ke jalan. Kemudian, kereta melaju kencang. Whuuussss......

Beberapa menit kemudian...

 “Gas! Gas!” Aku menepuk-nepuk pundaknya. “Itu dia warung mas Ndut nya.. Gimana?”
Bagas menoleh kearahku, membuka kaca helmnya, melihat warungnya sekilas. Kemudian melanjutkan, “Boleh juga. Tapi, apa enggak kejauhan dengan Ayu, Riza, Aisyah, Nurul, dan yang lainnya? Kalau aku boleh aja sih... Kan aku yang traktir. Tapi, kita kan juga mikirin mereka. Apalagi ada yang naik angkot. Mana ke arah sini angkotnya gak ada lagi kalau dari sekolah kita. Ya kan?”
“Iya ya. Sebetulnya ada angkotnya sih... Tapi nyambung. Nanti suruh aja naik angkot 999. Habis itu, turun didepan galon, nyambung angkot 700. Ya kan?”
“Iya sih... Tapi apa mau orang itu nyambung angkot? Belum tentuloh... Tahulah, model kayak ilvha naik angkot? Yang ada, makin banyak kosmetik yang dibawanya ke sekolah. Hahahhaaa” Kami tertawa bersama.
Kemudian aku melanjutkan, “Yaudah, kita tanya aja dengan mereka besok maunya dimana. Biar mereka aja yang nentuin sendiri tempat yang cocok itu dimana. Oke?” Bagas mengangguk.

***

#Hari-H [Jum’at, 22 November 2013]

Dua pilihan yang membuat kami bingung kemarin, terbayar sudah. Mereka menentukan untuk pergi ke Waroeng Nenek saja. Awalnya, ada beberapa orang yang menyarankan untuk pergi ke bakso didepan sekolah kami. Termasuk yanda Adil Anjasmara (àUname Facebook). Nggak tahu ntah kenapa yanda Adil mintanya di bakso depan sekolah. Mungkin, itu adalah salah satu efek makan rujak di simpang jodoh kali ya? atau Ayam Penyet Rahmat? Haha. Maaf yanda.

Setelah penentuan-penentuan ahli kuliner kelas disetujui oleh pihak yang berwenang, kami segera terbang ke tujuan, yaitu Waroeng Nenek. (terbangnya pake elang Indosiar. Huehehehee).

Berhubung yang tahu letak dan posisinya hanya aku dan Bagas. Jadinya, aku bertugas untuk menjadi navigatornya yanda Adil. Sedangkan Bagas, menjadi navigator yang lainnya. Aku dan yanda Adil pergi lebih cepat untuk memantau lokasi. Jadi, berhubung yanda naik kereta, kesannya kami seperti om menjeput keponakannya pulang sekolah karna orang tuanya enggak sempat untuk menjemput, atau, abang dengan adik mungkin? Haha. Aku dong yang ketuaan kalau gitu.

Dengan kecepatan 40 km/jam kami menyusuri jalan Pancing. Sering kali yanda melambatkan gasnya jika melihat gang-gang besar yang disangka yanda itu adalah jalan Tuasan. (Nampak kali ya kan jarang jalan-jalan? :p Haha). Saat kami masih dalam perjalanan, hujan mulai turun dengan irama lambat, layaknya musik dansa. Gerimis yang turun membuat kesan seperti di dalam film India. Haha. Maaf yanda.

***

Sesampainya di tempat tujuan, kami langsung masuk. Kami dipersilahkan untuk duduk oleh pelayan yang ada di warung tersebut. Kami disuguhkan daftar menu warung. Sambil tersenyum kepada pelayannya, aku menyambut menu dengan baik. Begitu juga dengan yanda. Aku dan yanda bercerita panjang lebar sampai-sampai nggak terasa kalau Bagas dan Nurul serta Bunda Dewi dan Aulia sudah datang.

Aku sangat senang ketika yanda memuji-muji kelas kami. Aku jadi merasa bangga menjadi bagian dari EXCLOSER. Yanda bilang bahwa kami itu; kompak, baik akhlaknya, sopan, pintarnya rata, humoris, dsb. Sampai gak hapal. Hehe. Pokoknya, sekalian deh yanda curhat disitu kalau dia pening kalau udah masuk kelas yang lain.

Masih terkumpul enam orang di warung ini. Jadi, Bagas dan Nurul berinisiatif untuk menjemput mereka di simpang. Soalnya, mereka belum pada tau tempatnya dimana. Tidak lama kemudian, mereka datang dan kami bercerita panjang lebar disitu layaknya reuni dan nostalgia.

Kami mencoba segala makanan dan minuman baru yang ada di warung. Tapi jangan heran kalau kita melihat orang Tembung dan Patumbak yang pesanannya teh manis dengan nasi uduk. Itu pertanda kurangnya wisata kuliner disana. Seperti; Rujak simpang jodoh yang terkenal legendaris, atau sate ular asli yang ularnya diambil dari sungai ular, atau Ayam Penyet Rahmat, dll. Adanya contoh kuliner di daerah Tembung dan Patumbak, membuat orang yang berasal dari Marelan dan sekitarnya merasakan perbedaan derajat. Contohnya aja; Chocolate float, es Sarang Burung, Bakso iga sapi, Ayam Panggang Lada Hitam, dll. Kan keren keren kedengarannya dibandingkan dengan pesanan orang Tembung dan Patumbak, hehehe... Maaf ya Ayu, Riza, May, dkk.)

Oke, sekarang kita cuil informasi tentang pesanan orang yang berasal dari Pasar Merah dan sekitarnya; Bunda Dewi, Fathur Ridho, Nurul Izza, dkk. Berhubung mereka berasal dari Pasar Merah, mungkin bisa la ya untuk memilih makanan dan minuman yang ‘branded’. Karena adanya faktor ekstern yang mendukung mereka untuk dapat memilah yang keren dengan yang beken. Example aja: Nurul Izaa(Ulong) memesan Cappucino float dan Ayam panggang lada hitam, Bunda Dewi memesan minum apa gitu, tapi yang pasti warnanya merah jambu yang menggambarkan bunda adalah seorang barbie yang tersesat bersama pasangannya dikalangan orang kece (aku) dan ken, lawan mainnya barbie (yanda) serta beberapa orang hamba sahaya (yang lainnya). Tapi faktanya, orang yang berasal dari daerah Pasar Merah juga punya kekurangan selera. Contohnya; Fathur Ridho yang lebih memilih es lengkong daripada es Sarang Burung.

Kekompakan serta keahlian anak EXCLOSER dalam menghabiskan keseluruhan pangkal tulang femur, membuat perut kami terkesan seperti anak yang busung lapar. Berbeda halnya dengan ken (om Adil) yang memang dari sananya sudah tercipta dengan apa adanya (Yaiyalah, Ken nya kw-an sih. Haha). Tetapi tidak berlaku untuk barbie (kakak Dewi) yang memang postur badannya tidak seperti barbie kw. Ini barbie ori men! Jangan disamakan!

Tidak terasa, sel-sel dalam tubuh mulai bereaksi. Ini berefek kepada perut. Dengan tanda-tanda yang sangat meyakinkan. Karena, perut sudah menghantarkan sinyal-sinyal positif ke otak yang menyarankan untuk segera pulang. Awalnya kami mencoba melawan. Tapi, Tuhan berkehendak lain. Kami disuruh untuk segera meninggalkan segala kebersamaan, kekompakan, dan keselarasan yang sudah menyatukan kami.

Kami segera memberes-bereskan barang-barang kami, dan segera get out dari “Waroeng Nenek”. Bukan alay atau apa, sebelum keluar dan sebelum menuju ke parkiran, kami berfoto ria didepan kamera untuk kenang-kenangan bahwasannya kami telah disini, membagi kebahagian, saling menyatukan hati dan perasaan bersama. Setelah itu, kami langsung ke parkiran untuk perpisahan dari Warung Nenek.

Sesampainya di parkiran, aku merasa berfikir, ‘Barbie pulang sama siapa yaa? Tadi perginya dengan Aulia, trus pulangnya? Rumah Aulia dengan barbie kan beda arah. Gak mungkin dong barbie diantarin pulang dengan Aulia sedangkan hari sudah gelap..” Beribu pertanyaan menghujani fikiranku, itu semua tentang barbie. Gadis EXCLOSER yang terlalu unyu.

Awalnya aku merasa bingung. Tapi setelah Ken mempersilahkan Barbie untuk selalu berada disisinya, kebingungan itupun perlahan-lahan luntur dengan sendirinya. Pada saat-saat perpisahan, Barbie dan Ken terlihat sangat cocok dan romantis. Ditemani dengan kereta bebek dan spion yang kusam mereka pulang bersama. Sedangkan kami, menyaksikan kepergian mereka, guru yang kami sayangi, pulang dengan kebahagian dan kebersamaan yang telah kami bentuk.

Tak lama kemudian, setelah Ken dan Barbie pulang, kami juga berangsur-angsur pulang dengan golongan-golongan yang berbeda, tapi masih dengan hati yang sama.



Terimakasih Bagas yang telah mengajak kami, Terimakasih EXCLOSER atas kebersamaan dan partisipasinya dan tak lupa juga untuk Ken dan barbie yang telah bersedia untuk ikut dengan kami. I love you all !!

Comments

  1. ini tinggal di medan ya?
    aku juga suka tuh makan di rahmat. dekat kampus soalnya.
    hehe.
    salam kenal ya

    kalau berkenan, main ke blog ku juga ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe... iya nih. salam kenal juga ;)
      Sip gan ;)

      Delete
    2. oiya, mohon saran nya ya... soalnya aku lagi belajar nulis. hehe...

      Delete
  2. like (y) except yang ada kata2........ (asal muasal saya)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih banyak ayuu{} hehe... iya nih. sekalian promosiin elu :p

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

[Cerbung] Semua Serba Salah

Malam ini tak seperti biasanya, Rina malas untuk belajar ataupun sekedar mengulang materi yang telah diajarkan di kampusnya. Hal ini membuat Rina untuk beralih mengerjakan sesuatu yang lain, sesuatu yang sangat disukainya selain melihat drama korea. Saat itu Rina sedang asyik dengan game puzzle di handphone nya, tak lama hpnya berbunyi menandakan ada telepon masuk. Dari Raka. Seperti biasa, setiap malam mereka bertelepon. Berbagi kisah tentang apa yang sudah mereka jalani, tentang atasan yang ribet, tentang teman-teman Rina yang bawel, tentang pekerjaan Raka, tentang kuliah Rina, bahkan tentang keluarga mereka. *** “Halo sayang... Lagi apa nih? Ngegame lagi ya?” Raka tahu betul apa yang disuka oleh wanitanya, bermain game salah satunya. “Iya dong, biar gue ga bosen nungguin lo. Lo gitu sih, ribet. Mandi lebih lama dari gue, milih baju lebih ribet dari gue, makan harus ada sambel. Woi cabe mahal woi!” “Hahaha, bisa diganti pake merica kok sayang.” “Pedes meric...

Dicintai dengan Sederhana

Hari ini aku mengajak seorang teman lamaku untuk challenge tulisan lagi. Namanya Juang. Sama seperti yang lalu, masing-masing dari kami memberikan tiga kata yang tediri dari kata benda, kata kerja, dan kata sifat. Aku memberikan " foto, mengadopsi, dan ganas" . Sedangkan dia memberiku " es krim, menikam, dan lembut" . Dan beginilah hasilnya: DICINTAI DENGAN SEDERHANA Pernahkah kalian dicintai secara sederhana? Ketika dia membelikan es krim dan dinikmati bersama-sama di ujung sawah sambil menunggu datangnya senja tiba. Pernahkah kalian dicintai secara sederhana? Ketika dia menyapa lembut dan melihat matamu dengan mesra. Pernahkah kalian dicintai secara sederhana? Ketika dia memberikan jaketnya untuk kau kenakan saat hujan tiba dan harus menahan dingin yang menyentuh kulitnya. Pernahkah kalian dicintai secara sederhana? Ketika dia memberikan kulit ayam goreng kesukaannya secara sukarela. Baru kali ini aku merasa dicintai oleh seseorang de...

Kisah Dibalik Langit Merah

Bisakah kau hidup tanpa teduhnya wanita, yang di setiap sujudnya terbisik namamu. Dia cerminan sisi terbaikmu, lindungi hatinya. Sekalipun di dalam amarah. *** Tak terasa sudah dua jam lebih aku duduk berdua dengan  wanita ini. Seorang wanita kuat yang ku kenal sebelumnya. Tak tahu kapan terakhir kali ia menyesap kopinya, hingga kembali ia berkutat dengan buku dan penanya. Kulihat ada nama lelaki itu disana. Ia menuliskannya. Ingin rasanya aku bertanya dan memastikan keadaannya baik-baik saja. Tetapi bukankah itu sebuah tindakan bodoh yang akan membuat keruh suasana? Bukankah aku sudah tahu jawabannya bahwa ia tidak baik-baik saja? Dasar lelaki bodoh. "Ra..." aku memanggilnya. Ia melihatku. Sejurus kemudian ia melihat ke arah jendela, mencoba untuk mengabaikan keberadaanku. Langit semakin memerah di luar sana. Begitulah yang kurasakan ketika ia melihat keluar jendela. Tetapi sang langit tak kunjung menunjukkan pengaruh besar kepadanya. Pun bag...