Skip to main content

Hitam dan Putih


Malam itu kau dan aku sedang berada di balkon rumahmu, di tempat favorit kita. 
Aku sandarkan kepalaku di bahumu dan seperti biasa, kau langsung mengusapnya dengan lembut. Aku melihat bintang, memperhatikan bagaimana seharusnya semesta bekerja begitu juga denganmu. Sama seperti malam biasanya, ketika aku dan kau merasa penat dengan dunia, dengan semua yang telah kita jalani, kau dan aku akan kabur kesini, ketempat ini untuk melupakan sejenak apa yang telah terjadi. Aku tak tahu kenapa bisa merasa nyaman dengan hal sederhana seperti ini, tapi tak masalah jika bersama denganmu.

“Sayang.”
Aku memanggilmu.
“Iya?”
“Kenapa?” kau bertanya kembali. Memastikan apakah aku baik-baik saja setelah diam usai memanggilmu saat itu.
“Dari sekian banyak warna di dunia ini, warna apa yang akan kau berikan padaku?”
“Hitam.” kau spontan menjawabnya.
“Hitam?” aku tampak bingung.
“Iya, hitam dan putih.” aku diam. masih bingung dengan jawabanmu.

Aku memutar otak. Bertanya-tanya akan jawabanmu.
Hitam?
Kenapa harus hitam?
Bukan, bukan itu jawaban yang aku mau.
Dari sekian banyak warna, kenapa hanya hitam dan putih yang kau beri untukku? Padahal ku rasa kau punya banyak pilihan lain untuk itu.

Jingga misalnya. Tapi saat aku memintanya, kau menolaknya mentah-mentah.

”Aku mau jingga.” kataku malam itu.
“Jingga sudah terlalu banyak disukai banyak orang. Kau yang lain saja.”
“Bagaimana kalau merah muda?”
“Aku benci merah muda.”
“Kalau begitu, aku mau biru.”
“Biru apa?” kau bertanya, mungkin bingung dengan pilihanku kali ini.
“Biru tua. Warna kesukaanmu.”
Aku melihatmu. Kau diam, tampak ragu.
Tak lama kau mengangkat dagu, melihat ke arahku, “Mungkin ada baiknya aku memberikanmu hitam dan putih saja.”
“Kenapa? Bukannya ada warna lain yang lebih bagus dari hitam dan putih? Abu misalnya?”
“Aku tahu.”
“Jadi kenapa kau memberikan hitam dan putih?”
“Karna kau spesial.”
“Bagaimana bisa?” tanyaku penuh harap.
“Kau begitu spesial sampai aku tak tahu harus memberimu warna apa. warna jingga, merah muda, bahkan warna kesuakaanku gak akan cukup untukmu. Aku rasa warna-warna itu akan memudar tetapi putih tetaplah akan menjadi putih, dan hitam akan selalu menjadi hitam.” kau menjelaskan dengan begitu semangat kepadaku, dan aku masih belum paham maksudmu.
“Lantas, apa hubungannya denganku?”
“Kau seperti hitam dan putih. Karena kau adalah kau. Aku tak mau kau berubah seperti warna lainnya. Dan bagiku, kau spesial.”
Aku menciummu tepat setelah mendengar penjelasanmu dan kau bertanya dengan heran, “Kenapa kau menciumku?”
“Karena aku takjub dengan jawabanmu.” kataku.
“Iya, aku tahu kau akan takjub.”
“Lantas kenapa kau bertanya padaku?” kau membuatku heran. Untuk kesekian kalinya.
“Iya, maksudku, kenapa harus di bahuku?”
“Karna kau spesial.”
“Jawaban yang aneh.” katamu.
“Aku belajar darimu.” jawabku membela diri.
Kau tertawa, begitu juga denganku.
Dan malam itu kita tutup dengan suara tawa bahagia kita berdua.
Dan malam itu pula, aku merasa spesial dari biasanya.

Comments

Popular posts from this blog

[Cerbung] Semua Serba Salah

Malam ini tak seperti biasanya, Rina malas untuk belajar ataupun sekedar mengulang materi yang telah diajarkan di kampusnya. Hal ini membuat Rina untuk beralih mengerjakan sesuatu yang lain, sesuatu yang sangat disukainya selain melihat drama korea. Saat itu Rina sedang asyik dengan game puzzle di handphone nya, tak lama hpnya berbunyi menandakan ada telepon masuk. Dari Raka. Seperti biasa, setiap malam mereka bertelepon. Berbagi kisah tentang apa yang sudah mereka jalani, tentang atasan yang ribet, tentang teman-teman Rina yang bawel, tentang pekerjaan Raka, tentang kuliah Rina, bahkan tentang keluarga mereka. *** “Halo sayang... Lagi apa nih? Ngegame lagi ya?” Raka tahu betul apa yang disuka oleh wanitanya, bermain game salah satunya. “Iya dong, biar gue ga bosen nungguin lo. Lo gitu sih, ribet. Mandi lebih lama dari gue, milih baju lebih ribet dari gue, makan harus ada sambel. Woi cabe mahal woi!” “Hahaha, bisa diganti pake merica kok sayang.” “Pedes meric...

Dicintai dengan Sederhana

Hari ini aku mengajak seorang teman lamaku untuk challenge tulisan lagi. Namanya Juang. Sama seperti yang lalu, masing-masing dari kami memberikan tiga kata yang tediri dari kata benda, kata kerja, dan kata sifat. Aku memberikan " foto, mengadopsi, dan ganas" . Sedangkan dia memberiku " es krim, menikam, dan lembut" . Dan beginilah hasilnya: DICINTAI DENGAN SEDERHANA Pernahkah kalian dicintai secara sederhana? Ketika dia membelikan es krim dan dinikmati bersama-sama di ujung sawah sambil menunggu datangnya senja tiba. Pernahkah kalian dicintai secara sederhana? Ketika dia menyapa lembut dan melihat matamu dengan mesra. Pernahkah kalian dicintai secara sederhana? Ketika dia memberikan jaketnya untuk kau kenakan saat hujan tiba dan harus menahan dingin yang menyentuh kulitnya. Pernahkah kalian dicintai secara sederhana? Ketika dia memberikan kulit ayam goreng kesukaannya secara sukarela. Baru kali ini aku merasa dicintai oleh seseorang de...

Kesalahan yang Tak Ingin Aku Ulang

      Kalau mencintaimu adalah sebuah kesalahan, seharusnya kita tak perlu bertemu sejak awal. Kalau menyayangimu adalah sebuah keikhlasan, rasanya aku tak perlu membuang waktu untuk menimbun harapan lebih dalam.                Aku tak pernah menyangka kita akan menjadi asing walau pada akhirnya semua pertemuan selalu saja mempunyai akhir. Aku terlalu tinggi meletakkan ekspektasiku terhadapmu sehingga aku selalu terlena atas sikapmu. Terkadang aku masih memikirkannya, ‘Kenapa harus aku?’, padahal rasanya tak pernah aku mencintaimu dengan ragu. Rasanya tak pernah pula aku menyambutmu dengan senyum yang palsu. Tapi, kenapa? Kenapa harus aku?       Segala sesuatu pasti punya ciri khasnya, seperti 'Bogor' yang selalu lekat dengan kata 'hujan' dan menurutku, 'Kau' akan selalu lekat dengan 'keluguan'. Lucu sekali rasanya kalau aku harus mengingat keluguanmu. Keluguan palsu yang sukses kau buat untuk membodohi...