Skip to main content

[Cerbung] Semua Serba Salah




Malam ini tak seperti biasanya, Rina malas untuk belajar ataupun sekedar mengulang materi yang telah diajarkan di kampusnya. Hal ini membuat Rina untuk beralih mengerjakan sesuatu yang lain, sesuatu yang sangat disukainya selain melihat drama korea.
Saat itu Rina sedang asyik dengan game puzzle di handphonenya, tak lama hpnya berbunyi menandakan ada telepon masuk. Dari Raka.
Seperti biasa, setiap malam mereka bertelepon. Berbagi kisah tentang apa yang sudah mereka jalani, tentang atasan yang ribet, tentang teman-teman Rina yang bawel, tentang pekerjaan Raka, tentang kuliah Rina, bahkan tentang keluarga mereka.

***

“Halo sayang... Lagi apa nih? Ngegame lagi ya?” Raka tahu betul apa yang disuka oleh wanitanya, bermain game salah satunya.
“Iya dong, biar gue ga bosen nungguin lo. Lo gitu sih, ribet. Mandi lebih lama dari gue, milih baju lebih ribet dari gue, makan harus ada sambel. Woi cabe mahal woi!”
“Hahaha, bisa diganti pake merica kok sayang.”
“Pedes merica itu gabagus tau!”
“Iya bawel. Uh, istriku bawel sekali.”
“Gila lu ya! Berani bayar mahar gue berapa lo? Untung lo jauh Ka, selamat perut lo.”
“Hahaha.”

Raka tertawa diujung sana, mengingat ketika mereka bersama. Saat dia gemas dibuat oleh tingkah manis Rina. Bahkan seringkali dia mengalah untuk menjadi bahan amarah Rina dan perutnya lah yang menjadi sasaran.

“Eh, Rin, gue boleh nanya serius sama lo nggak?”
Rina mengiyakan, “Boleh. Tentang apa? Tanya langsung aja.”
“Ng... Lo masih sayang sama Dimas gak sih Rin?”
“Kenapa lo nanya gitu?” Rina penasaran.
“Pas gue jemput lo kemaren, sewaktu kita makan, gue liat lo ada chat sama dia. Lo bilang kangen ke dia Rin.”
“Trus kalo gue bilang kangen sama dia, maksud lo gue masih sayang sama dia? Lo ga percaya ya sama gue? Maksud lo apa sih?” Suara Rina meninggi.
“Bukan Rin, gue gaada maksud buat ga percaya sama elo. Gue cuma takut lo jadi balik nyaman ke dia. Mau gimana pun, lo sama dia itu pernah ada rasa. Gue takut kehilangan lo Rin.”
“Gini aja deh. Dengar ya Ka, gue gamau masalah ini dibahas lagi. Gue gaada maksud buat deketin dia lagi dan gue udah ga sayang sama dia lagi. Lo juga tau kan gimana sikap dia ke gue? Dia cuma gue anggap teman, ga lebih.”
“Tapi lo bilang kangen ke dia Rin.”
“Cuma bilang kangen Ka, bukan berarti gue sayang dia. Ngerti?” Rina sedikit membentak.
“Iya, gue salah, gue minta maaf.”
“Yaudah deh ya, gue uda capek ribut mulu sama elo, kita gausah telponan deh.”

Tut tut tut........................

Rina mematikan telponnya, tak biasanya dia seperti ini. Raka panik dan langsung menelpon kembali kekasihnya itu.
Namun perjuangan Raka sia-sia, Rina tak juga mengangkat telpon dari Raka.


Bersambung...

Comments

Popular posts from this blog

Dicintai dengan Sederhana

Hari ini aku mengajak seorang teman lamaku untuk challenge tulisan lagi. Namanya Juang. Sama seperti yang lalu, masing-masing dari kami memberikan tiga kata yang tediri dari kata benda, kata kerja, dan kata sifat. Aku memberikan " foto, mengadopsi, dan ganas" . Sedangkan dia memberiku " es krim, menikam, dan lembut" . Dan beginilah hasilnya: DICINTAI DENGAN SEDERHANA Pernahkah kalian dicintai secara sederhana? Ketika dia membelikan es krim dan dinikmati bersama-sama di ujung sawah sambil menunggu datangnya senja tiba. Pernahkah kalian dicintai secara sederhana? Ketika dia menyapa lembut dan melihat matamu dengan mesra. Pernahkah kalian dicintai secara sederhana? Ketika dia memberikan jaketnya untuk kau kenakan saat hujan tiba dan harus menahan dingin yang menyentuh kulitnya. Pernahkah kalian dicintai secara sederhana? Ketika dia memberikan kulit ayam goreng kesukaannya secara sukarela. Baru kali ini aku merasa dicintai oleh seseorang de...

Kisah Dibalik Langit Merah

Bisakah kau hidup tanpa teduhnya wanita, yang di setiap sujudnya terbisik namamu. Dia cerminan sisi terbaikmu, lindungi hatinya. Sekalipun di dalam amarah. *** Tak terasa sudah dua jam lebih aku duduk berdua dengan  wanita ini. Seorang wanita kuat yang ku kenal sebelumnya. Tak tahu kapan terakhir kali ia menyesap kopinya, hingga kembali ia berkutat dengan buku dan penanya. Kulihat ada nama lelaki itu disana. Ia menuliskannya. Ingin rasanya aku bertanya dan memastikan keadaannya baik-baik saja. Tetapi bukankah itu sebuah tindakan bodoh yang akan membuat keruh suasana? Bukankah aku sudah tahu jawabannya bahwa ia tidak baik-baik saja? Dasar lelaki bodoh. "Ra..." aku memanggilnya. Ia melihatku. Sejurus kemudian ia melihat ke arah jendela, mencoba untuk mengabaikan keberadaanku. Langit semakin memerah di luar sana. Begitulah yang kurasakan ketika ia melihat keluar jendela. Tetapi sang langit tak kunjung menunjukkan pengaruh besar kepadanya. Pun bag...