Aku menaiki sepeda motor bersama seorang lelaki dengan jaket hijaunya, sedangkan aku di belakangnya dengan jaket jeans kesayangan yang kalau dikira-kira sudah berumur 4 tahun lamanya. ‘Tumben-tumbennya langit secerah ini’, batinku. Pagi ini langit memang cerah sekali—berwarna biru muda dengan beberapa awan yang tampak seperti gulali yang disobek di pasar malam. Gedung-gedung yang menjulang tinggi pun diterpa oleh cerahnya mentari pagi. Ada beberapa lampu jalan yang belum padam di sisi kanan dan kiri jalan yang aku lewati bersama lelaki berjaket hijau ini. Sungguh indah. Pagiku indah sekali. Tapi, ada satu hal yang kulihat berbeda. Saat kuperhatikan langit, ada satu pohon yang tampak kosong di antara pohon lainnya. Tak ada sedikitpun daun hijau yang bertenggen di ranting-rantingnya padahal pohon-pohon lain tampak cantik dengan daun yang menghiasinya. Kabel-kabel yang berantakan alurnya pun tampak melintasi ranting-ranting yang kosong itu. Sambil melintasinya, masih kuperhatikan pohon it...