Saturday 19 January 2019

Hitam dan Putih


Malam itu kau dan aku sedang berada di balkon rumahmu, di tempat favorit kita. 
Aku sandarkan kepalaku di bahumu dan seperti biasa, kau langsung mengusapnya dengan lembut. Aku melihat bintang, memperhatikan bagaimana seharusnya semesta bekerja begitu juga denganmu. Sama seperti malam biasanya, ketika aku dan kau merasa penat dengan dunia, dengan semua yang telah kita jalani, kau dan aku akan kabur kesini, ketempat ini untuk melupakan sejenak apa yang telah terjadi. Aku tak tahu kenapa bisa merasa nyaman dengan hal sederhana seperti ini, tapi tak masalah jika bersama denganmu.

“Sayang.”
Aku memanggilmu.
“Iya?”
“Kenapa?” kau bertanya kembali. Memastikan apakah aku baik-baik saja setelah diam usai memanggilmu saat itu.
“Dari sekian banyak warna di dunia ini, warna apa yang akan kau berikan padaku?”
“Hitam.” kau spontan menjawabnya.
“Hitam?” aku tampak bingung.
“Iya, hitam dan putih.” aku diam. masih bingung dengan jawabanmu.

Aku memutar otak. Bertanya-tanya akan jawabanmu.
Hitam?
Kenapa harus hitam?
Bukan, bukan itu jawaban yang aku mau.
Dari sekian banyak warna, kenapa hanya hitam dan putih yang kau beri untukku? Padahal ku rasa kau punya banyak pilihan lain untuk itu.

Jingga misalnya. Tapi saat aku memintanya, kau menolaknya mentah-mentah.

”Aku mau jingga.” kataku malam itu.
“Jingga sudah terlalu banyak disukai banyak orang. Kau yang lain saja.”
“Bagaimana kalau merah muda?”
“Aku benci merah muda.”
“Kalau begitu, aku mau biru.”
“Biru apa?” kau bertanya, mungkin bingung dengan pilihanku kali ini.
“Biru tua. Warna kesukaanmu.”
Aku melihatmu. Kau diam, tampak ragu.
Tak lama kau mengangkat dagu, melihat ke arahku, “Mungkin ada baiknya aku memberikanmu hitam dan putih saja.”
“Kenapa? Bukannya ada warna lain yang lebih bagus dari hitam dan putih? Abu misalnya?”
“Aku tahu.”
“Jadi kenapa kau memberikan hitam dan putih?”
“Karna kau spesial.”
“Bagaimana bisa?” tanyaku penuh harap.
“Kau begitu spesial sampai aku tak tahu harus memberimu warna apa. warna jingga, merah muda, bahkan warna kesuakaanku gak akan cukup untukmu. Aku rasa warna-warna itu akan memudar tetapi putih tetaplah akan menjadi putih, dan hitam akan selalu menjadi hitam.” kau menjelaskan dengan begitu semangat kepadaku, dan aku masih belum paham maksudmu.
“Lantas, apa hubungannya denganku?”
“Kau seperti hitam dan putih. Karena kau adalah kau. Aku tak mau kau berubah seperti warna lainnya. Dan bagiku, kau spesial.”
Aku menciummu tepat setelah mendengar penjelasanmu dan kau bertanya dengan heran, “Kenapa kau menciumku?”
“Karena aku takjub dengan jawabanmu.” kataku.
“Iya, aku tahu kau akan takjub.”
“Lantas kenapa kau bertanya padaku?” kau membuatku heran. Untuk kesekian kalinya.
“Iya, maksudku, kenapa harus di bahuku?”
“Karna kau spesial.”
“Jawaban yang aneh.” katamu.
“Aku belajar darimu.” jawabku membela diri.
Kau tertawa, begitu juga denganku.
Dan malam itu kita tutup dengan suara tawa bahagia kita berdua.
Dan malam itu pula, aku merasa spesial dari biasanya.
Share:

0 komentar:

Post a Comment